Senin, 16 Januari 2012

Motor Nasional Tidak Didukung Pemerintah


Masih banyak yang belum terjual
Mobil Kiat Esemka yang jadi kendaraan operasional Wali Kota Solo, Joko Widodo patut diapresiasi. Mobil yang merupakan bikinan siswa SMKN 2 Solo ini digadang-gadangkan jadi mobil nasional. Sebuah upaya yang patut didukung.

Sejatinya, sebelum ini di dunia roda dua pun siswa SMK di Jakarta memiliki kemampuan rancang bangun motor. Motor yang mengusung nama Auriga Esemka ini berkapasitas 100cc dan dijual dengan banderol Rp 7 juta on the road.

Bahkan, di sekolah kejuruan itu didirikan showroom yang bertugas menjual motor hasil rakitan anak SMK ini. Sayangnya kini rakitan anak sekolahan ini layu sebelum berkembang.

SMKN 4 yang terletak di Jakarta Utara itu sudah menghasilkan puluhan motor. Sekolah ini kerja sama dengan pabrikan motor Kanzen yang kini, sayangnya juga sudah tidak produksi lagi.

““Dengan segala keterbatasan, kami mendesain pabrikan mini standar pabrik. Kami bangga dengan siswa didik yang memiliki kompetensi tinggi dalam pembuatan motor,” ujar Yopi Soepriyono, Ketua Unit Produksi SMKN 4.

Bahkan untuk menaikkan pamor, pada sebuah pameran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada saat itu, Erman Suparno langsung membeli motor hasil karya siswa ini.

Selain perakitan, SMKN 4 Jakarta Utara juga mampu membuat komponen pendukung lainnya. “Ada beberapa part yang memang kami buat sendiri di sini. Seperti footstep, setang dan juga behel. Kami memiliki mesin sendiri untuk memproduksi semua itu,” bilang Yopi.

Sayangnya cikal bakal hasil karya anak bangsa itu tidak mendapatkan tempat yang layak. Padahal kalau mau jujur, dibanding bikin mobil, peluang memproduksi motor jauh lebih menggiurkan. Pada 2011, data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) membeberkan sudah 8 juta unit motor lebih terjual.

“Tidak usah muluk-muluk, 1 persen dari jumlah itu untuk motor karya siswa sudah membanggakan,” yakin Dr. Joko Sutrisno, Direktur Pembinaa SMK, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Namun memang kendala yang menghadang tidak sedikit. Terutama dari sisi  image. Hampir semua konsumen yang datang melihat mempertanyakan kualitas produksi bikinan siwa SMK ini. “Apa kualitas bisa dipercaya? Nanti kalau rusak bagaimana? Dan banyak pertanyaan lain,” ungkap Yopi Soepriyono.

Pada akhirnya, memang, produk siswa SMK ini hanya laku beberapa unit. “Dari sekitar 45 unit yang sudah kami produksi sejak 2009 lalu, baru hanya sekitar 20-25 unit terjual. Sisanya masih ada di pabrik dan di showroom sekolah. Masyarakat masih ragu. Inilah kesulitannya. Bangga terhadap produk sendiri masih berupa lips service semata,” keluhnya.

Perlu keseriusan dan dukungan  pemerintah untuk menjadikan motor nasional juara di negeri sendiri. Tidak sekadar ucapan. Yopie bilang, kalau ada niat serius pemerintah bisa membuat peraturan yang mewajibkan penggunaan motor nasional, misal untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) terlebih dahulu. Itu sudah bagus!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar